Skip to main content

Pengembangan Lini Produk dalam Merebut Segmentasi Pasar Konsumen: Sebuah Studi Kasus pada Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pertalite di PT. Pertamina (Persero)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Pernyataan Masalah
Bulan Juli 2015, Pertamina meluncurkan produk sebagai variasi baru dari BBM yaitu Pertalite. Peluncuran Pertalite ini telah mendapatkan dukungan dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebagai varian baru, peluncuran Pertalite berada ditengah-tengah produk BBM yang telah dikenal masyarakat yaitu BBM RON 88 ke RON 92. Produk baru dari Pertamina ini memiliki kadar RON 90. Dengan adanya kehadiran Pertalite, diharapkan akan menjadi senjata ampuh bagi BUMN energi untuk mengisi pasar baru dan dapat bersaing dengan operator lain. Pertalite memiliki kualitas yang lebih baik daripada Premium karena memiliki kadar RON diatas Premium namun, memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan Pertamax karena memiliki kadar RON dibawah Pertamax. Bisa dikatakan bahwa Pertalite ini berada di tengah-tengah antara Premium dengan Pertamax. Pertalite merupakan produk asli pengembangan Pertamina.
Sebagai varian baru, Pertalite diharapkan dapat mengurangi kerugian Pertamina dalam penjualan BBM Subsidi Premium yang merugi kurang lebih Rp 3,96 Triliun di Tahun 2014. Dibalik peluncuran Pertalite sebagai varian baru dari BBM, bahwa ini merupakan strategi financial maupun strategi pemasaran dari Pertamina sendiri.

1.2. Definisi Istilah
1.     Subsidi adalah bantuan uang dan sebagainya (dari pihak pemerintah).
2.     RON (Research Octane Number) adalah angka yang mempresentasikan ketahanan bahan bakar terhadap kompresi di dalam mesin tanpa meledak sendiri.
3.     Lini Produk adalah sekelompok produk yang berhubungan erat karena melaksanakan fungsi yang serupa, dijual kepada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama atau berada pada rentang harga tertentu.

1.3. Metodologi
Penelitian merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sistematis, logis dan objektif untuk menemukan solusi atas suatu masalah yang spesifik. Dalam suatu penelitian ada tiga aktivitas yang dilakukan, yaitu aktivitas persiapan, perencanaan dan pelaksanaan. Aktivitas persiapan meliputi mencari masalah, merumuskan masalah, menentukan judul, dan mempersiapkan objek yang diteliti. Sedangkan aktivitas perencanaan meliputi merencanakan metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan digunakan dalam suatu penelitian. Terakhir, aktivitas pelaksanaan meliputi mencari data, mengumpulkan data, mengolah data, menganalisis data, dan membuat hasil dari penelitian yang dilakukan. Yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah menganalisis atas penjualan produk Pertalite dibandingkan dengan produk Premium dan Pertamax.
Teknik pengumpulan data untuk paper ini adalah dengan cara mengamati langsung dan menganalisis data primer yang didapatkan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan nyata mengenai pembahasan masalah

1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Dalam pengerjaan paper ini, ada beberapa batasan masalah yaitu :
1.     Produk yang dianalisis hanya terbatas pada 3 (tiga) produk yaitu Pertamax, Premium, dan Pertalite.
2.     Data yang digunakan adalah data tahun 2014, 2015 dan 2016.
3.     Ruang lingkup penjualan produk BBM adalah penjualan produk BBM Pertamax, Pertalite dan Premium di seluruh Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perusahaan
Sebagai lokomotif perekonomian bangsa Pertamina merupakan perusahaan milik negara (National Oil Company) yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Didirikan pada 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN PERTAMIN di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sejak 1957, Pertamina menyelenggarakan usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu Pertamina yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri meliputi kegiatan di bidang-bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak dan gas.


2.2. Analisis STP (Segmenting, Targeting, Positioning)
Penerapan Strategi Pemasaran dengan Analisis STP (Segmenting, Targeting, Positioning) pada Pertalite :
1.     Segmenting
Kotler (2003) menyatakan segmentasi adalah “the process of breaking a heterogeneous group of potential buyer into smaller homogeneous groups of buyer, that is with relatively similar buying characteristics or needs” yaitu suatu aktivitas membagi atau mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen atau memiliki kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografi, perilaku pembelian maupun gaya hidup.
Produk bensin Pertamina sebelumnya hanya terdapat 4 varian. Yaitu Premium dengan RON 88 yang merupakan BBM bersubsidi dari pemerintah, Pertamax dengan RON 92, Pertamax Plus dengan RON 95 yang harganya lebih mahal dari Pertamax. Dan Pertamax Racing dengan RON 100 untuk mobil dan motor sport. Kemudian muncul produk baru Pertalite dengan RON 90 merupakan BBM non subsidi dengan spesifikasi lebih rendah dari Pertamax dan lebih tinggi dari Premium. Berdasarkan produk yang variatif Pertamina mengelompokkan produknya berdasarkan segmentasi demografis.
Segmentasi demografis membagi pasar menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel. Dalam hal ini, Pertamina membagi berdasarkan kelas sosial. Untuk masyarakat kecil/kelas bawah, maka Pertamina memenuhi kebutuhan tersebut dengan memasarkan produk Premium yang merupakan BBM bersubsidi. Untuk kelas menengah maka Pertamina memasarkan produk BBM non subsidi seperti Pertalite dan Pertamax. Sedangkan kelas atas, dipenuhi dengan memasarkan produk Pertamax Plus dan Pertamax Racing. Alasan variabel demografis sangat populer bagi pemasar karena variabel ini sangat berhubungan erat dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta mudah diukur (Kotler, 2003).
Dalam segmentasi pemasaran produk BBM ini, Pertamina juga menggunakan segmentasi geografis. Segmentasi ini memerlukan pembagian pasar menjadi berbagai unit geografis seperti Negara, Negara bagian, wilayah, kabupaten, kota atau lingkungan sekitar. Pertamina menempatkan produknya dengan membagi wilayah menjadi kota besar dan kota kecil. Di kota kecil, Pertamina hanya memasarkan BBM subsidi yaitu Premium dan produk bensin untuk kelas menengah yaitu Pertamax dan Pertalite.

2.     Targeting
Targeting adalah kumpulan pembeli dengan kebutuhan atau karakteristik serupa yang akan dilayani oleh perusahaan. Pertalite dalam hal ini dalam pemasarannya menargetkan penjualan produk untuk kendaraan keluarga dengan kompresi tinggi, contoh : Avanza, Xenia, Mobilio. Target kendaraan keluarga ini diharapkan menambah varian BBM yang digunakan sehingga konsumen memiliki banyak pilihan selain Premium tetapi tidak semahal Pertamax.

3.     Positioning
Positioning merupakan tindakan untuk merancang penawaran dan citra perusahaan agar menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan berbeda dalam benak pelanggan sasaran.
Pertamina memposisikan Pertalite diatas Premium. Dengan RON yang lebih tinggi dibanding Premium (RON 88) tetapi dibawah Pertamax (RON 92) sehingga harga penjualannya pun lebih murah. Pertalite diberi identitas warna hijau terang dengan arti ramah lingkungan, mengurangi emisi di udara, dan sesuai dengan standar Euro 4. Dengan tagline “Melangkah Lebih Jauh”, Pertalite sukses menempatkan produknya ditengah-tengah masyarakat.

2.2. Analisis Penerapan 4P
            Berikut adalah strategi pemasaran dalam penerapan 4P :
2.2.1    Strategi Pengembangan Produk
Untuk memasarkan produk baru Pertalite, Pertamina juga harus menentukan strategi branding yang akan mempengaruhi produk-produknya. Strategi ini juga akan menjadi panduan dalam mengeluarkan produk baru (Kotler, 2002). Berikut adalah strategi branding, terdapat 4 strategi yang dapat dilakukan, yaitu :
Gambar 2.1 Strategi Branding

Karena Pertalite adalah produk baru yang diperkenalkan Pertamina, dan memiliki brand name baru, maka strategi branding yang tepat adalah New Brands. Umumnya perusahaan yang melakukan pendekatan multibrand senang menciptakan merek-merek baru untuk mendiferensiasi produk baru, baik produk itu masih dalam kategori lama atau dalam merupakan produk dari kategori baru. Namun bagi beberapa perusahaan merek baru diciptakan karena perusahaan itu memasuki produk kategori baru dimana tidak ada merek perusahaan mereka yang dianggap sesuai dengan kategori baru tersebut.
Seperti halnya multibrand perusahaan yang menawarkan terlalu banyak merek bisa mengakibatkan perusahaan itu kehabisan sumber daya untuk mengelola merek-merek tersebut. Dan pada beberapa industri, seperti barang-barang konsumsi, retailer khawatir bahwa saat ini sudah terlalu banyak merek yang beredar dan masing-masing hanya memiliki perbedaan yang terlalu sedikit.


2.2.2 Strategi Penetapan Price (Harga)
Terdapat 4 (empat) strategi untuk menetapkan harga suatu produk, yaitu :
Gambar 2.2 Strategi Penetapan Harga
Sebagai varian baru, peluncuran Pertalite berada ditengah-tengah produk BBM yang telah dikenal masyarakat yaitu BBM RON 88 ke RON 92. Produk baru dari Pertamina ini memiliki kadar RON 90. Pertalite memiliki kualitas yang lebih baik daripada Premium dan sudah sesuai dengan standar internasional walaupun memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan Pertamax. Bisa dikatakan bahwa Pertalite ini berada di tengah-tengah antara Premium dengan Pertamax. Pertalite merupakan produk asli pengembangan Pertamina.
Dengan demikian, strategi penetapan harga yang dilakukan Pertamina pada produk Pertalite adalah Good-value strategy dimana kuaitas yang ditawarkan adalah kualitas tinggi tetapi tetap dengan harga terjangkau/rendah. Good-value strategy ini merupakan cara menyerang pemasang harga Premium (Kotler, 2003).

2.2.3 Strategi Pemasaran Place (Distribusi)
Distribusi (place) merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh dengan mudah tersedia bagi konsumen sasaran sebagaian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produk. Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibutuhkan strategi distribusi yang tepat untuk menyalurkan barang atau jasa dagangannya ke tangan konsumen.
Strategi pemasaran distribusi yang dilakukan Pertamina pada produk Pertalite adalah strategi distribusi intensif. Strategi distribusi ini menempatkan produk dagangannya pada banyak retailer atau pengecer serta distributor diberbagai tempat. Distribusi untuk produk Pertalite ini tersebar di lebih dari 4784 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

2.2.4 Strategi Pemasaran Promotion (Promosi)
Menurut Kotler & Armstrong (2003) variabel-variabel yang ada di dalam promotional mix ada lima, yaitu:
a.      Periklanan (advertising)
Pertamina mempromosikan produk barunya, Pertalite, ke seluruh Indonesia dengan cara memasang billboard di SPBU-SPBU yang sudah di dijangkau. Berikut adalah contoh iklan yang dipasang :
Gambar 2.3 Iklan Pertalite pada Billboard
Selain memasang iklan pada Billboard, Pertamina juga menyebarkan brosur-brosur yang mempresentasikan produk Pertalite. Dengan memberi tagline seperti “Bahan bakar yang ku mau, bikin mesin motor bebas ngelitik” atau “Bahan bakar yang ku mau, bikin tarikan mesin lebih enteng”. Tagline tersebut membantu Pertamina memperkenalkan produk Pertalite sehingga lebih dikenal masyarakat.
Gambar 2.4 Brosur Pertalite
Penerapan strategi promosi yang menarik ini akan mendorong konsumen untuk menggunakan Pertalite. Promosi yang menarik tentunya akan meningkatkan brand awareness merek tersebut. Brand loyality pun selalu diawali dari brand awareness yang baik yang akan membawa seseorang pada tahap “mencoba produk”. Setelah konsumen percaya bahwa produk yang digunakan sesuai dengan kebutuhannya maka akan tercipta “repeat purchase” dengan memberikan lebih dari yang diharapakan, repeat purchase akan berubah menjadi loyality.

b.      Penjualan Personal (personal selling)
Personal Selling adalah presentasi pribadi oleh para wiraniaga perusahaan dalam  rangka mensukseskan penjualan dan membangun hubungan dengan pelanggan.
Metode ini digunakan oleh Pertamina untuk mempengaruhi kosumennya dengan menggunakan bahasa promosi tentang pengetahuan yang mendalam mengenai produk Pertalite. Di Pertamina personal selling ini dilakukan oleh Sales Representative yang mempromosikan produk Pertalite ke mitra-mitra SPBU agar mau menjual Pertalite ke SPBU mereka. Pertamina juga menerapkan everybody is marketer ke seluruh karyawannya sehingga apabila diluncurkan produk baru, maka dilakukan sosialisasi agar seluruh karyawan mengerti keunggulan-keunggulan produk baru tersebut dan dapat menjelaskan kepada teman, keluarga, dan masyarakat.  
c.       Promosi penjualan (sales promotion)
Promosi penjualan adalah insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa. Pertamina melakukan promosi ini dengan mengadakan undian berhadiah apabila membeli Pertalite. Berikut adalah contoh promosi :
Gambar 2.5 Undian Berhadiah Pembelian Pertalite

d.      Hubungan masyarakat (public relation)
Promosi dengan metode ini adalah dengan membangun hubungan baik dengan publik terkait untuk memperoleh dukungan, membangun "citra perusahaan" yang baik dan menangani atau menyingkirkan gosip, cerita dan peristiwa yang dapat merugikan.
Gambar 2.6 Public Relation Promotion
Pertamina melakukan promosi Pertalite ini dengan bekerja sama dengan klub basket nasional Satria Muda. Dengan bekerjasama dengan Satria Muda, maka sekaligus menjaring customer-customer yang berusia muda.

e.      Pemasaran langsung (direct marketing)
Komunikasi langsung dengan pelanggan yang diincar secara khusus untuk memperoleh tanggapan langsung. Direct marketing yang dilakukan Pertamina adalah penggunaan teknologi internet. Penggunaan teknologi dengan memanfaatkan twitter ini juga menjadi concern dalam strategi pemasaran yang dilakukan oleh Pertamina. Internet dan mobile merupakan media yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam strategi pemasaran. Berikut adalah contoh promosi produk Pertalite melalui twitter @Pertalite90 :
Gambar 2.7 Promosi Pertalite via Twitter

2.3   Analisis Lini Produk
Produk bensin Pertamina sebelumnya hanya terdapat 4 varian. Yaitu Premium dengan RON 88, Pertamax dengan RON 92, Pertamax Plus dengan RON 95 dan Pertamax Racing dengan RON 100. Menurut informasi dari Wianda Pusponegoro, VP Corporate Communication pada Kompas, Konsumsi Premium mencapai 79% dari bahan bakar yang dijual Pertamina.
Dengan besarnya konsumsi Premium sebagai Bahan Bakar Subsidi, Pertamina terancam rugi Rp 1,1 triliun akibat realisasi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi melebihi kuota sebanyak 841.890 kiloliter (KL) dari jatah yang ditetapkan sebanyak 46 juta KL. Rinciannya adalah Premium ditetapkan kuotanya oleh BPH Migas sebanyak 29,4 juta KL, realisasinya mencapai 29,6 juta KL atau melebihi kuota sebanyak 202.600 KL. Dengan over kuota tidak dibayar subsidi (oleh pemerintah) maka potensi loss Pertamina Rp 1,1 triliun.
Didukung juga oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang menyatakan bahwa BBM dengan RON 88 tidak sesuai standar dan sudah tidak ada pasarnya di dunia. Dan menyarankan untuk menghentikan impor BBM RON 88 dan menggantinya dengan RON 92. Tetapi hal ini tidak mudah untuk dilakukan karena keterbatasan infrastruktur kilang Pertamina. Kilang yang dimiliki Pertamina optimalnya memproduksi RON 88. Maka apabila disesuaikan dengan rekomendasi tim reformasi dan dicari titik tengahnya, kilang Pertamina mampu mem-blend di atas RON 88, yaitu RON 90.
Untuk itu dilakukan strategi pemasaran oleh Pertamina yaitu pengisian lini produk antara bensin RON 88 dan RON 92. Lini Produk merupakan strategi pemasaran untuk menjual beberapa jenis produk. Lini Produk menjual terpisah beberapa produk yang saling berkaitan. Satu lini produk terdiri dari beberapa produk dengan berbagai variasi ukuran, tipe warna, kualitas atau harga. Line depth (kedalaman lini) mengacu pada jumlah varian produk dalam satu lini. Line consistency (konsistensi lini) mengacu pada seberapa dekat hubungan antar produk dalam satu lini. Line Vulnerability (tingkat kekuatan lini) mengacu pada presentase penjualan atau keuntungan yang dapat diambil dari seberapa kecil produk dalam satu lini.
Lini produk dapat diperpanjang dengan menambah lebih banyak produk dalam rentang lini yang sekarang. Beberapa motif pengisian lini :
·     memperoleh tambahan laba;
·     berusaha memuaskan penyalur; berusaha menggunakan kapasitas yang berlebih;
·     berusaha memimpin dengan lini yang penuh;
·     mencoba mengisi relung pasar agar tidak diisi pesaing.
Untuk hal ini perusahaan perlu mendiferensiasikan tiap unit produk sehingga memiliki perbedaan yang dapat dikenali. Perusahaan juga memproduksi dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasar bukan untuk memuaskan kebutuhan internal.
(Kotler, 2003)

Brand baru Pertamina, Pertalite, dibandingkan dengan produk bahan bakar kendaraan bermotor lain,memiliki beberapa keunggulan baik dari segi durability, economy, maupun performance. Pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang memenuhi syarat dasar durability atau ketahanan, bahan bakar kendaraan bermotor ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di Indonesia. Kandungan aditif detergent, anti korosi, serta pemisah air pada Pertalite akan mengahambat proses korosi dan pembentukan deposit didalam mesin.
Dari segi ekonomi, kesesuaian oktan 90 Pertalite dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena biaya operasi bahan bakar dalam Rupiah per kilometer akan lebih hemat. Kesesuaian angka oktan Pertalite dan aditif yang dikandungnya dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan Oktan 88. Hasilnya berupa tarikan lebih ringan, kecepatan yang lebih tinggi serta emisi gas buang yang lebih bersih. Hal ini akan menjadikan kendaran lebih lincah serta lebih ramah lingkungan.
Gambar 2.8 Trend Konsumsi Produk Premium & Pertalite

Berdasarkan tren di atas konsumsi produk Premium mengalami permintaan yang fluktuatif setiap tahunnya. Namun, konsumsi produk Premium mengalami penurunan yang cukup tajam pada April 2016 yaitu penurunan sebesar 126 KL atau sekitar 6%, hal ini diduga disebabkan oleh kenaikan jumlah konsumsi produk Pertalite yang mendapatkan demand sebanyak 210 KL di bulan tersebut. Hasil tersebut berarti bahwa new brand Pertamina yaitu produk bahan bakar kendaraan bermotor Pertalite dapat diterima di pasar tanpa menggantikan pasar Premium sebagai bahan bakar bersubsidi. Sejak uji coba pada akhir Juli 2015 hingga Oktober, Pertalite sudah ada di 222 kota/ kabupaten. Tersebar di 1.452 outlet dan sudah terserap hingga 160 juta liter. (Marketers Desember 2015-Januari 2016).


Uniknya, kehadiran produk baru Pertalite tidak mempengaruhi konsumsi penjualan Pertamax. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.9 :

Gambar 2.9 Trend Konsumsi Produk Pertamax
           
Pada Gambar 2.9 diatas, konsumsi produk Pertamax bahkan mengalami kenaikan. Bahkan pada Bulan April 2016, konsumsi produk Pertamax naik dari 206 KL menjadi 306 KL. Kenaikan konsumsi produk Pertamax sebanyak 48% di Bulan April 2016 ini menunjukkan bahwa adanya Pertalite ditengah-tengah Premium dan Pertamax tidak menyebabkan kanibalisme produk.

2. 4 Analisis Konsumen
Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya. Produk tidak hanya terdiri dari barang yang berwujud, tetapi definisi produk yang lebih luas meliputi objek fisik, jasa, kegiatan, orang, tempat, organisasi, ide atau campuran dari hal-hal tersebut.
Keputusan produk telah banyak menarik perhatian masyarakat. Ketika membuat keputusan seperti itu, pemasar sebaiknya mempertimbangkan secara hati-hati masalah kebijakan publik dan peraturan yang melibatkan perolehan atau pembuatan produk, perlindungan hal paten, kualitas dan keamanan produk, dan jaminan atau garansi produk.
Kotler dan Armstrong (2003) menyatakan bahwa “Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya”. Bila suatu produk telah dapat menjalankan fungsi-fungsi-nya dapat dikatakan sebagai produk yang memiliki kualitas yang baik.
Dikutip dari surat kabar online CNN, respons masyarakat yang memakai bahan bakar ini beragam. Umumnya mereka mencoba Pertalite karena harganya yang lebih rendah dari Pertamax 92 tetapi mendapatkan kualitas yang baik. Menurut konsumen, mesin mobil jadi lebih bertenaga dibanding jika mengisi Premium.
Pada saat penurunan harga BBM bulan Januari 2016, Pertamina mencatat konsumsi Premium di wilayah Jawa Bagian Barat melingkupi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat misalnya, hanya naik 3 persen dibandingkan konsumsi hariannya sebelum penurunan harganya dari Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.050. Konsumsi Premium semula 20.380 KL per hari menjadi 21.000 KL. Tetapi kenaikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi setelah harganya turun mengalami kenaikan 1-3%. Hal ini menunjukkan bahwa Pertalite mendapatkan respon yang  sangat positif dari masyarakat. Saat ini kendati belum dipasarkan seluruh SPBU Pertamina yang berjumlah sekitar 5.300 unit penjualan Pertaiite memiliki posisi relatif seimbang dengan penjualan Pertamax Series dengan kisaran market share 12%.
Selain itu penyebaran outlet Pertalite yang relatif sangat cepat mencerminkan animo masyarakat di berbagai daerah yang begitu tinggi akan BBM berkualitas tinggi dengan harga terjangkau tersebut. Saat ini, Pertalite telah tersebar di 1.931 unit SPBU di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan. Sulawesi hingga Papua.
Secara market share, Pertalite kini memang relatif seimbang dengan Pertamax di level sekitar 12%. Dikutip dari CNN, VP Corporate Communication Pertamina optimist Pertalite dan Pertamax Series nantinya dapat mengambil porsi market share sekitar 40% dari total penjualan varian produk gasoline Pertamina dengan pergeseran utamanya terjadi pada konsumen Premium ke Pertalite.
Gambar 2.10 Pengenalan Produk Dexlite
Bahkan setelah Pertamina sukses me-launching Pertalite, pada bulan April 2016 kemarin Pertamina kembali meluncurkan produk baru yaitu Dex-lite. Dex-lite adalah bahan bakar solar non-subsidi dengan kadar Cetane dibawah Pertamina Dex. Tujuan Pertamina membuat produk baru ini pun sama dengan Pertalite.

2.5  Five Forces Analysis
Di dalam era globalisasi pasar, dimana perusahaan nasional kini tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive marketnya. Terbentuknya pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik sehingga banyak pilihan bagi konsumen untuk membeli produk dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan keinginannya (Kartajaya;2002). Di tengah maraknya persaingan dan membanjirnya penawaran produk dengan ratusan bahkan ribuan merek di pasar baik dari dalam dan luar negeri maka bertambah pula pekerjaan rumah bagi pemasar untuk dapat bertahan dan berhasil di pasar. Tantangan tersebut dapat direspon dengan beberapa strategi bisnis.
Gambar 2.11 Five Forces Analysis

Five Forces Analysis adalah strategi bisnis yang digunakan untuk melakukan analisis dari sebuah struktur industry dalam merebut segmentasi pasar. Analisis Porter’s Five Forces Model memberikan suatu gambaran yang powerful tentang bagaimana tingkat persaingan dari suatu industri untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, baik itu dari produk-produk pesaing baru dan produk-produk substitusi, serta dari rantai penghubung suatu produk mulai bahan mentah dari supplier sampai siap dikonsumsi oleh pelanggan. Kekuatan ini sangat berdampak pada tingkat persaingan dengan berbagai kompetitor. Analisis Five Forces Model digunakan dalam penelitian ini sebagai analisis terhadap segmentasi pasar konsumen dalam penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor khususnya pada Bahan Bakar Kendaraan Bermotor produksi PT. Pertamina (Persero). Analisis tersebut dibuat berdasarkan 5 kekuatan kompetitif yaitu:
1.       Ancaman Masuknya Kompetitor/ Pesaing Baru
Bagaimana cara yang mudah atau sulit untuk kompetitor baru untuk mulai bersaing industri yang sudah ada.
Yang Memudahkan:
a.     Diterbitkan UU Migas No.22/2001 yang me-liberalisasi migas sehingga tidak lagi menjadi monopoli Pertamina (sebelumnya setiap usaha minyak di Indonesia wajib bekerja sama dengan Pertamina). Hal ini membuka kesempatan bagi sektor swasta maupun pihak asing untuk masuk menjadi pesaing baru khususnya di bidang bahan bakar kendaraan.
b.     Aturan mendirikan SPBU dari pemerintah disinyalir tidak sesulit aturan yang diberlakukan negara lain, seperti keluhan yang disampaikan Pertamina mengenai sulitnya persyaratan untuk membuka SPBU di Malaysia, sementara pihak asing begitu mudah membuka SPBU di Indonesia. 
c.     Pemotongan subsidi BBM juga akan menarik minat pesaing baru untuk masuk karena masyarakat akan mulai menggunakan BBM non-subsidi. 
d.     Adanya ancaman dari pemain lama, dengan mengeluarkan produk baru yang serupa, seperti Shell yang berupaya mengembangkan BBM sekelas Premium untuk bisa menyaingi pasar Premium yang dihuni Pertamina.

Yang Memberatkan
a.      Bisnis SPBU memerlukan modal besar dan juga melibatkan banyak pihak dari hulu ke hilir (perlu network yang luas mulai dari supplier, produksi, distribusi, dsb) sehingga tidak sembarang perusahaan atau individu bisa membuka bisnis ini, maka umumnya hanya pihak asing yang punya modal besar dan jaringan migas yang matang yang membuka SPBU di Indonesia. 
b.     Nama pemain lama (terutama Pertamina dan Shell) sangat besar, sehingga butuh waktu bagi pesaing baru untuk bisa mengambil hati konsumen, resiko tidak diterima masyarakat cukup tinggi (contoh Petronas yang tidak sukses di Indonesia).

2.   Ancaman Produk atau Jasa pengganti.
Produk atau jasa yang dapat menjadi alternatif dari produk atau jasa yang sudah ada, khususnya yang dibuat dengan biaya lebih murah dapat masuk pada segmentasi pasar yang sudah ada.
a.   Bahan bakar hayati atau Biofuel, merupakan setiap bahan bakar baik padatan, cair maupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian. Biofuel dapat menjadi ancaman karena Biofuel menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di atmosfer.
b.  Mobil berbahan bakar listrik atau sinar matahari yang tidak menggunakan bahan bakar kimia, seperti Premium, dll.
c.   Penggunaan kendaraan ramah lingkungan, Pertamina tidak boleh memandang sebelah mata ancaman ini. Di Belanda misalnya, banyak sekali penduduk yang sudah memakai produk biofuel, belum lagi produksi mobil hybrid yang semakin meningkat dari hari ke hari. Selain itu, ada semakin banyak masyarakat yang sadar akan bahaya global warming untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan ingin beralih ke produk yang ramah lingkungan. Bukan tidak mungkin penjualan bahan bakar akan turun drastis dan masyarakat beralih ke produk substitusi bahan bakar minyak dari Pertamina.

3.   Daya tawar dari pembeli. Yaitu pembeli mempunyai kekuatan untuk menentukan kemana dia akan melakukan transaksi.
a.     Konsumen semakin pintar, lebih berhati-hati dan cermat di dalam memilih produk bahan bakar sesuai dengan kegunaan dan manfaatnya. 
  1. Meningkatnya pendapatan dan jumlah masyarakat kelas menengah menambah jumlah konsumen yang bersedia memakai merek asing yang sering dianggap lebih berkualitas.
  2. Pilihan konsumen untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi.
  3. BBM adalah produk yang sensitif dengan harga. Apabila harga di SPBU lain lebih murah, konsumen akan berlari ke sana. Sedangkan ketika harga SPBU Pertamina kembali turun, konsumen akan kembali ke Pertamina juga. Demikian ketika ada isu BBM langka atau kenaikan harga BBM, maka umumnya masyarakat berlomba-lomba mengisi bensin di SPBU sebelum kehabisan BBM atau sebelum harganya menjadi mahal.


4.       Daya tawar dari supplier. Bagaimana kuatnya posisi penjual. Apakah ada banyak supplier atau hanya beberapa supplier saja, bisa jadi mereka memonopoli supply barang.
  1. Produk SPBU Pertamina di-supply oleh PT Pertamina sendiri, sehingga punya kepentingan dan visi misi yang sejalan, dengan demikian tidak ada ancaman yang berarti dari pemasok. Bahkan PT Pertamina meraih penghargaan sebagai 2012 Asia Pacific Supplier of the Year
  2. SPBU Pertamina patut waspada pada oknum-oknum yang mencuri minyak bumi Pertamina dan mengelola sendiri secara tradisional dengan bekerja sama dengan pihak Pertamina itu sendiri. Hal ini bisa mengurangi kualitas bahan baku bahan bakar kendaraan.
  3. Ancaman terbesar terkait pasokan adalah jumlah minyak bumi di Indonesia yang terus menurun. Jika jumlah minyak bumi di Indonesia habis, maka hal ini dapat menjadi ancaman bagi supply bahan baku Pertamina.

5.       Persaingan di antara pemain yang sudah ada. Bagaimana kuatnya persaingan diantara pemain yang sudah ada.Apaka ada pemain yang sangat dominan atau semuanya sama.
a.       SPBU Shell
SPBU ini dimiliki oleh PT Shell Indonesia, yaitu perusahaan migas asal Belanda. Pertama kali beroperasi pada tanggal 1 November 2005, yakni SPBU Shell di Lippo Karawaci, juga adalah kompetitor SPBU Pertamina yang pertama (masuk duluan dibanding pesaing lain). Produknya: Shell Super (nomor oktan 92, setara Pertamax), Shell Super Extra (nomor oktan 95, setara Pertamax Plus), Shell Diesel. Merupakan pesaing terberat SPBU Pertamina: Shell memiliki dana yang besar dan teknologi yang canggih. Nama besar yang dimiliki Shell di dunia Internasional membuat sebagian konsumen lebih percaya kepada kualitas produk Shell dibanding Pertamina. Shell juga memiliki banyak strategi cerdas untuk merebut pangsa pasar dari Pertamina, seperti memilih lokasi yang tepat, agresif mengembangkan produk bahan bakarnya (misalnya bekerja sama dengan Perusahaan Gas Negara untuk mengembangkan BBG yang pasokannya minim di Indonesia).

b.  SPBU Total
SPBU ini dimiliki oleh PT Total Oil Indonesia, yaitu perusahaan migas asal Perancis. Pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2009.  Produknya meliputi Performance 92, Performance 95, dan Performance Diesel. SPBU Total mengklaim produknya membuat mesin mobil jadi lebih bertenaga, konsumsi BBM lebih efisien, dan tidak membuat mesin mudah rusak.

c.   Petronas
SPBU ini dimiliki oleh PT Petronas Niaga Indonesia, yaitu perusahaan migas asal Malaysia. Produknya: Primax 92, Primax 95.

d.  Agen penyalur BBM resmi selain SPBU, misalnya APMS (Agen Penyalur Minyak Solar) yang dimiliki oleh PT AKR Corporindo, Tbk.



BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
Peluncuran Pertalite sebagai varian baru dari BBM merupakan strategi financial dan strategi pemasaran dari Pertamina. Pertalite diharapkan akan menjadi senjata ampuh bagi BUMN energi untuk mengisi pasar baru dan dapat bersaing dengan operator lain. Sebagai varian baru, Pertalite dipasarkan agar dapat mengurangi kerugian Pertamina dalam penjualan BBM Subsidi Premium yang merugi kurang lebih Rp 3,96 Triliun di Tahun 2014.
Pertamina memiliki kekuatan outlet penjualan serta sarana dan fasilitas distribusi di seluruh Indonesia, namun memiliki kelemahan dalam kualitas layanan. Promosi yang efektif belum dilakukan Pertamina antara lain karena keterbatasan dana, sehingga diferensiasi produk juga belum jelas dikomunikasikan kepada target pasar. Untuk kualitas produk yang lebih baik, Pertamina terus melakukan penelitian dan pengembangan produk, salah satunya dengan produk Pertalite. Segmentasi pasar konsumen dalam penggunaan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor khususnya pada Bahan Bakar Kendaraan Bermotor produksi PT. Pertamina (Persero) berkembang dengan dipasarkannya produk Pertalite.Sukses dengan pemasaran Pertalite, pada bulan April 2016 kemarin Pertamina kembali meluncurkan produk baru yaitu Dex-lite. Dex-lite adalah bahan bakar solar non-subsidi dengan kadar Cetane dibawah Pertamina Dex untuk meambah lini produk Pertamina.
Pertamina harus bisa bersaing dalam pasar global, meskipun pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik sehingga banyak pilihan bagi konsumen untuk membeli produk. Tantangan tersebut dapat direspon dengan beberapa strategi bisnis, salah satunya dengan five forces analysis.

3.2       SARAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa strategi bersaing diferensiasi produk melalui pengembangan bisnis NFR yang diterapkan PT. Pertamina saat ini merupakan strategi bersaing yang sudah tepat. Selain itu, PT. Pertamina dapat menerapkan strategi bersaing diferesiasi terfokuskan pada bahan bakar kendaraan bermotor dengan lini produk yang baru maupun bahan bakar alternatif sebagai strategi bersaing alternatif, yaitu biofuel dan BBG. Produk-produk bahan bakar alternatif ini dapat dijadikan keunggulan bersaing yang tidak dimiliki oleh para pesaingnya yang belum mengembangkan dan memasarkan produk-produk bahan bakar alternatif di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan Kartajaya. 2002. Hermawan Kartajaya On Marketing. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hermawan Kartajaya. 2004. Positioning, Diferensiasi, dan Brand. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Kotler, Philip., & Armstrong, G. (1996). Principles of Marketing (7 ed.). Upper Seddle River: Prentice-Hall.
Kotler, Philip, Armstrong, G., Saunders, J., & Wong, V. (1999). Priciples of Marketing (Second  European Edition ed.). Upper Sadle River: Prentice Hall Inc.
Kotler, Philip., Armstrong, G., Saunders, J., & Wong, V. (2002).
Priciples of Marketing (3rd European ed.). London: Prentice-Hall.
Kotler, Philip., Armstrong, G., Saunders, J., & Wong, V. (2005). Priciples of Marketing. Pearson Education Limited.
Kotler, Philip., Armstrong, G., Wong, V., & Saunders, J. (2008). Priciples of Marketing. London: Prentice Hall.
Kotler, Philip, & Keller, K. L. (2006). Marketing Management (12 ed.). Upper Seddle River: Prentice- Hall.
Kotler, Philip. (2000). Marketing Management. The Millenium Edition, 10th Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Kotler, Philip. (2002). Marketing Management, Millenium Edition North Western University New Jersey, Prentice Hall Inc.
Kotler, Philip, (2003), Edisi Indonesia, Drs. Benyamin Molan, Manajemen Pemasaran, Edisi Kesebelas, Indeks, Jakarta.

Comments

Popular posts from this blog

INDUSTRY AND COMPETITIVE ANALYSIS CASE STUDY: PT. SEMEN INDONESIA

  Industri semen merupakan salah satu industri yang dibutuhkan untuk infrastruktur, konstruksi, dan properti. Dengan karakteristik seperti itu, industri semen tumbuh pesat di negara-negara berkembang seperti Asia Pasifik. Pada penghujung 2012 , perusahaan negara yang bergerak di sektor semen mendeklarasikan diri dengan nama baru “PT Semen Indonesia Tbk.” Inilah metamorfosis dari perusahaan yang bernama lokal –Semen Gresik– menjadi bernama nasional. Ketika perusahaan ini membawa nama “Indonesia” artinya perusahaan tidak boleh buruk dalam kinerja, Indonesia menjadi taruhannya. Sebagai induk yang membawahi tiga perusahaan– Semen Gresik, Padang, Tonasa – PT Semen Gresik memang sudah pantas mengganti namanya menjadi PT Semen Indonesia. Dalam tujuh tahun terakhir, PT Semen Indonesia menunjukkan kinerja yang mengagumkan. Pertumbuhan produksi mengalami kenaikan signifikan dan ujungnya laba juga meroket signifikan. Pada 2012, PT Semen Indonesia mampu mendulang laba bersih sebesar Rp. 3,38

Studi Kasus Etika Bisnis: Should Kroger Pay Now for What Ralph's Employee Did Then?

Kroger adalah sebuah perusahaan yang berbasis di Cincinnati, dimana mengoperasikan 2.500 supermarket di 32 wilayah. Kroger mempunyai reputasi yang baik mengenai kebijakan terhadap kemajuan dan keteladanan karyawan. Sebagai contoh, dalam kebijakan mengenai pelecehan seksual. Kroger tidak memberikan toleransi sedikit pun terhadap karyawannya yang melakukan pelecehan seksual. Kasus dimulai tahun 1998 ketika Kroger mengakuisisi Ralphs, sebuah perusahaan yang mempunyai cabang 450 toko. Roger Misiolek, manajer pada salah satu toko Ralphs, digugat karena tindakan pelecehan seksual terhadap enam karyawatinya di Escondido, California. Gugatan terhadap Ralphs telah terjadi pada 1996 oleh ke-6 karyawati yang menjadi korban pelecehan seksual, yaitu Dianne Gober, Sarah Lange, Terri Finton, Peggy Noland, Suzanne Pipiro, dan Tina Swann. Beberapa karyawati yang menjadi korban sudah melaporkan kejadian ini kepada pihak manajemen Ralphs. Namun perusahaan tidak menindak Misiolek dan tetap mempert